Mengenai Saya

SIDOARJO, JAWA TIMUR, Indonesia
Belajar Menjadi "Internal Jurnalism"

Minggu, 29 Agustus 2010

STADIUM GENERALE WAKIL KETUA KOMISI I DPR RI PADA RAKERNAS


TAHUN 2006

STADIUM GENERALE WAKIL KETUA KOMISI I DPR RI PADA RAKERNAS

Suasana berbeda terlihat di ruang Bromo (Hotel Hilton), ruangan yang akan digunakan sebagai ruang “keramat“ bagi pembahasan berbagai hal berkenaan dengan Rakernas II SEKAR. Di depan terlihat dua wanita cantik yang sedang asyik menghibur peserta Rakernas SEKAR yang sudah sedari pagi berkutat dengan berbagai hal serius yang memerlukan konsentrasi tinggi.

Tak berapa lama, terdengar teriakan–teriakan menggema dalam ruangan dengan ukuran cukup besar itu. “ SEKAR, TELKOM !!!“, itulah yang diteriakkan Yel Sekar oleh peserta Rakernas II SEKAR dengan penuh semangat tanpa mempedulikan waktu yang bergulir mendekati pukul 8 malam.

Acara dilanjutkan dengan ceramah umum, yang dibawakan oleh Wakil Ketua Komisi-I DPR RI, H. Tosari Widjaja. Judul yang diambil dalam ceramah tersebut adalah “Mendudukkan Kembali Telekomunikasi Sebagai Industri Strategis Dan Alat Ketahanan Bangsa“. Pria kelahiran Probolinggo, 66 tahun silam ini merasa sangat bangga dengan SEKAR Telkom yang berjuang mempertahankan aset negara khususnya di bidang telekomunikasi. Dalam ceramah yang disampaikan secara singkat, beliau menyebutkan bahwa Indonesia telah memiliki prinsip–prinsip dasar bidang komunikasi. Prinsip–prinsip tersebut dapat dilihat dalam kilas balik sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mengirimkan pesan kemerdekaan ke seluruh negeri.

“Telekomunikasi menjadi alat yang sangat penting dalam dunia globalisasi saat ini. Empat alat tersebut antara lain alat pendidikan, yaitu telekomunikasi dapat dijadikan alat untuk mencerdaskan bangsa yang mensupport pendidikan baik dalam ruang kelas maupun tidak. Alat kedua yaitu alat pembangunan peradaban suatu bangsa, dimana telekomunikasi ini berperan membentuk peradaban suatu bangsa melalui dokumentasi dan sistem penyiaran yang memang selalu terkait dengan telekomunikasi. Alat ketiga sebagai pembangunan ekonomi, dimana telekomunikasi dapat menjadi industri strategis yang menggerakkan roda perekonomian rakyat. Alat terakhir adalah sebagai alat pertahanan negara, yaitu penguasaan frekuensi sebagai ranah publik yang terbatas, pengamatan satelit dan pengamanan pulau – pulau terluar yang tergolong pulau terpencil. “ ujar beliau membuka ceramah.

Dalam dunia globalisasi ada 3 hal yang perlu dicamkan sebagai anggota SEKAR yaitu :
1. Memelihara dan menjaga industri telekomunikasi sebagai aset bangsa.
2. Menjadi juru bicara sebagai peradaban bangsa lewat media industri telekomunikasi.
3. Pengawal dalam pertahanan negara.
Dalam acara yang berlangsung dengan durasi 105 menit tersebut, banyak peserta Rakernas yang melontarkan pertanyaan – pertanyaan seputar isu – isu strategis. Pertanyaan pertama datang dari Armansyah ( DPP Bandung ), yang menanyakan bahwa akhir – akhir ini di media cetak banyak sekali tercantum pernyataan – pernyataan yang menunjuk TELKOM sebagai operator telekomunikasi yang berkembang dengan lambat, hal ini diakibatkan oleh usia TELKOM yang terbilang tidak muda lagi, namun operator yang baru menggeluti dunia telekomunikasi mampu berkembang lebih cepat dari TELKOM. Tanggapan yang cukup antusias disampaikan oleh Bapak Tosari Widjaja, beliau menyampaikan bahwa pernyataan – pernyataan seperti itu haruslah dijadikan cambuk bagi kemajuan TELKOM bukan malah menciutkan nyali perjuangan SEKAR. Pernyataan tersebut dapat ditinjau dari berbagai aspek internal dan eksternal yang menunjukkan langkah – langkah strategis untuk kemajuan TELKOM. Salah satu langkah strategis ( guna menepis pernyataan tersebut ) adalah menampilkan tenaga – tenaga profesional sebagai tulang punggung industri yang mampu bertahan dalam kepungan industri swasta.
Pertanyaan kedua dari Nuryadin ( Makassar ), yang lebih menonjolkan rasa nasionalisme sebagai seorang “ pejuang “ SEKAR. Dalam pertanyaan tersebut, ia menyampaikan bahwa regulasi yang selama ini ada dan dibuat oleh pemerintah selalu menonjolkan kapitalisme / globalisasi daripada aspek nasionalisme. Pertanyaan tersebut dijawab dengan suara lantang penuh rasa nasionalis. Menurut beliau, akhir – akhir ini rasa nasionalisme sudah memudar khususnya di kalangan pemerintah. Untuk alasan itulah mengapa terkadang peraturan yang dibuat terlepas dari rasa nasionalis. Banyak proyek yang telah dilakukan oleh TELKOM, misalnya proyek Miangas yang telah sukses dilaksanakan, dengan biaya yang tidak sedikit namun bila diukur dengan kesetiaan dan pengabdian ( nasionalisme ) maka harga yang tak ternilai pun terlontar untuk itu.
Pertanyaan terakhir untuk sesi pertama ditutup oleh pertanyaan mengenai isu yang beredar di Divre VII, yaitu Kerjasama KSO yang dinilai gagal. Jawaban diplomatis pun terlontar dari bibir pria yang sudah lama berkecimpung di dunia politik Indonesia. Ia mengatakan hal yang satu ini harus dilihat dari kondisi masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Tidak dapat dengan gegabah di putuskan, sebab menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Sesi kedua, dibuka dengan pertanyaan dari Wibowo ( DPW V ), yang mengangkat isu pengelolaan billing sistem interkoneksi operator oleh pihak swasta yang disinyalir berbau KKN dan merugikan TELKOM. Namun, pertanyaan tersebut lagi – lagi di jawab dengan jawaban diplomatis, yaitu merugikan dilihat dari pihak mana, apakah hanya dari pihak TELKOM atau kerugian dilihat secara global.
Kebijakan kenaikan tarif pun ikut meramaikan ajang diskusi yang berjalan cukup lancar. Jawabannya ternyata kebijakan kenaikan tarif tersebut hanyalah sebagai rebalancing tarif terdahulu, misal tarif SLJJ yang dinaikkan, maka tarif lokal akan diturunkan atau sebaliknya.
Ceramah ditutup dengan tepuk tangan dan sambutan hangat pada Wakil Komisi I DPR RI dalam perjalanannya pulang. ***(KIREI) ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar